Tiga dasawarsa yang lalu, globalisasi hanya dibicarakan sebagai
sebuah gelombang yang niscaya akan menerpa sistem-sistem besar di
Indonesia: ekonomi, budaya, politik, teknologi, serta berbagai kombinasi
di antara keempat sistem itu. Kini dinamika proses dan dampaknya adalah kenyataan konkrit yang sehari-hari ada di
depan mata: aktifitas produksi, distribusi dan konsumsi seni rupa
Indonesia telah berubah menjadi jaringan lintas negara yang rizomatik,
seolah tanpa pusat. Oleh karena berbagai eksesnya yang tak terduga,
dampak globalisasi harus selalu ditelaah dalam konteks yang spesifik,
melalui pengamatan yang rinci terhadap berbagai ranah, termasuk seni
rupa.
Pada era 1990-an, gejala globalisasi seni rupa mulai populer di
Indonesia melalui istilah ‘internasionalisasi’ dan/atau ‘regionalisasi’.
Gelombang perubahan pada masa itu tercermin langsung melalui
meningkatnya frekuensi berbagai kegiatan lintas negara yang melibatkan
Indonesia dan negara-negara lain di Asia dan Pasifik. Pada masa itu,
kartografi baru medan seni rupa secara praktis terbentuk oleh adanya dua
kekuatan baru (terutama Australia dan Jepang). Terselenggaranya pameran
besar periodik beskala biennale atau triennale yang didanai oleh institusi-institusi pemerintah atau museum di kedua
negara membuktikan hal itu. Seni rupa kontemporer Indonesia menjadi
bagian penting dalam era Asia-Pasifik 1990-an tersebut.
Pada 2000-an, didorong oleh pesatnya perkembangan seni rupa Cina
dalam jaringan pasar internasional, seni rupa Indonesia mengalami
perluasan melalui jaringan lintas negara yang melibatkan agen-agen
partikelir yang didominasi oleh aktifitas para penyalur seni dan galeri
komersial (non-pemerintah). Galeri-galeri Indonesia mulai terlibat
secara aktif di berbagai art fair internasional. Beberapa balai lelang
besar yang membuka cabang di Asia Tenggara berhasil memunculkan
klien-klien baru multinasional yang mendorong ‘nilai’ seni rupa
Indonesia secara signifikan.
Dalam kurun waktu dua dekade, internasionalisasi seni rupa
kontemporer Indonesia mengalami perubahan secara signifikan.
Pertanyaannya: Faktor estetik dan ekstra estetik apa yang mendorong perubahan-perubahan konstelasi seni rupa dalam dua dekade terakhir?
Bagaimana sebenarnya posisi seni rupa kontemporer Indonesia di arena
internasional? Bagaimana dampak globalisasi / internasionalisasi seni
rupa kontemporer Indonesia pada ranah lokal?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar